Ulas Bahasa
  • Beranda
  • Tentang
  • Kontak
  • Kebijakan
    • Sangkalan (Disclaimer)
    • Kebijakan Privasi
  • Artikel
    • Asal Kata
    • Inspirasi Bahasa
    • Istilah Asing
    • Kalimat
    • Kosakata
Diberdayakan oleh Blogger.

 

Ilustrasi Bulan Bahasa dan Sastra 2020, Cara Sehat Berbahasa

Yuk, jadikan Bulan Bahasa dan Sastra 2020 sebagai momen untuk berbahasa Indonesia yang lebih sehat. Memangnya, seperti apa sih bahasa yang sehat itu?

Kesehatan menjadi salah satu faktor penting yang sangat memengaruhi kenyamanan hidup manusia. Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung lebih dari enam bulan ini semakin mengokohkan pentingnya peran kesehatan dalam kehidupan. Betapa terganggu sendi-sendi kehidupan yang lain ketika faktor kesehatan terancam.

Kita sedang diuji, apakah dengan kondisi sulit sekarang ini, kita tetap bisa berpikir dan bertindak secara sehat. Saat tubuh kita sedang terancam oleh virus yang amat membahayakan kesehatan, setidaknya kita berharap pikiran dan hati kita tetap sehat.

Bulan Oktober selalu menjadi bulan istimewa bagi insan Indonesia yang memiliki kepedulian terhadap perkembangan bahasa Indonesia. Pada bulan Oktober pula, para pemuda telah bersumpah untuk menjunjung bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan bagi seluruh umat di bumi Indonesia.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) Kemendikbud selaku tangan pemerintah yang mengurusi pengembangan bahasa-bahasa di nusantara telah menetapkan bulan Oktober sebagai Bulan Bahasa dan Sastra. Kabarnya, peristiwa Sumpah Pemuda yang terjadi pada bulan Oktober telah melandasi penetapan bulan ini sebagai Bulan Bahasa dan Sastra.

Tahun 2020 ini, dalam bulan Oktober kita sedang merasakan banyak kesulitan menimpa masyarakat Indonesia, bahkan masyarakat dunia. Sebentuk virus penyebab penyakit yang sulit diprediksi datangnya dan belum diyakini obatnya telah menyerang dan mengobrak-abrik tatanan kehidupan masyarakat hampir di seluruh pelosok dunia.

Baca juga: Hari Olahraga Nasional dan Makna Kata Olahraga

Tema Bulan Bahasa dan Sastra

Di bawah ancama serius virus ganas ini, Badan Bahasa mengambil tema “Berbahasa untuk Indonesia Sehat” sebagai tema Bulan Bahasa dan Sastra. Salah satu inspirasi yang melatarbelakangi penetapan tema ini tentu saja keadaan masyarakat dalam masa pandemi Covid-19 yang tengah melanda dunia saat ini.

Sebuah situs berita menyampaikan paparan Badan Bahasa mengenai pelaksanaan Bulan Bahasa dan Sastra tahun 2020. Menurut pikiran-rakyat.com, E. Aminudin Aziz mengemukakan 3 tujuan penyelenggaraan Bulan Bahasa dan Sastra tahun 2020. Berikut ini 3 tujuan yang disampaikan Kepala Badan Bahasa itu.

  1. Untuk melestarikan semangat persatuan yang digagas oleh para pemuda dalam peristiwa Sumpah Pemuda.
  2. Untuk meningkatkan sikap positif masyarakat terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan sebagai bahasa negara.
  3. Meningkatkan peran serta masyarakat luas melalui berbagai aktivitas kebahasaan dan kesastraan.

Baca juga: Mencari Hikmahdi Balik “Musibah”, Sebuah Catatan Kelahiran Blog “Ulas Bahasa”

Kaitan antara Bahasa dan Kesehatan

Beberapa hasil penelitian mengindikasikan adanya hubungan antara penggunaan bahasa dan kesehatan manusia. Sebut saja misalnya pemberitaan kompas.com perihal pengaruh kegiatan belajar bahasa dan musik terhadap kesehatan otak.

Sesuai kabar yang disampaikan oleh media nasional tersebut, sebuah makalah yang dipublikasikan dalam jurnal Annals of New York Academy of Sciences telah mengupas sebuah hasil kajian yang meneliti hubungan antara bahasa dan musik dengan kesehatan otak. Hasil penelitian antara lain mengindikasikan adanya pengaruh positif penguasaan lebih dari satu bahasa terhadap kemampuan otak manusia.

Temuan itu menunjukkan bahwa musisi dan orang yang menguasai lebih dari satu bahasa membutuhkan lebih sedikit upaya untuk melakukan suatu tugas dibandingkan orang yang tidak menguasai keduanya. Diharapkan hasil itu akan mendorong pemikiran lebih lanjut terhadap kemungkinan penguasaan bahasa (dan musik) mampu menangkal demensia dan penurunan fungsi kognitif.

Saya tidak akan membahas lebih lanjut penelitian itu. Saya akan menerjemahkan makna berbahasa yang sehat secara sederhana saja. Bagi saya, menggunakan bahasa yang baik, yang membikin orang merasa gembira--saat kita bertutur kata atau menulis--sudah cukup menjadi sumbangan yang baik bagi kesehatan pendengar atau pembaca. Saya berusaha sedapat mungkin menghindari penggunaan istilah-istilah yang secara umum berkonotasi jelek dan cenderung merendahkan orang lain.

Tindakan itu bukan hanya kita lakukan ketika kita bertindak selaku subyek, misalnya menjadi pembicara atau penulis. Namun, kebiasaan menggunakan bahasa yang baik juga sangat diperlukan selagi kita berperan sebagai figuran seperti saat kita mengomentari tuturan atau tulisan orang lain.

Caranya cukup mudah. Kita hanya perlu membalik fungsi pelaku dan korban dalam sebuah interaksi. Ketika kita tidak ingin menjadi korban dalam suatu kasus, jangan menjadikan diri kita sebagai pelaku dalam kasus serupa.

Sebuah ungkapan bijak bisa menjadi acuan saat kita berkomunikasi menggunakan suatu bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Ungkapan bijak itu berbunyi, “Bicaralah yang baik atau diam saja”.

“Bicaralah yang baik atau diam saja”

Badan Bahasa telah mengangkat kembali semangat persatuan yang digaungkan para pemuda melalui bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Badan ini juga telah mengingatkan pentingnya sikap positif masyarakat terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan sebagai bahasa negara.

Tentu kita tidak ingin membelokkan arah perjuangan kaum muda pada masa perjuangan dulu dengan menggunakan bahasa Indonesia untuk memecah-belah komponen-komponen bangsa.

 

 

 

Ilustrasi Cara Belajar Bahasa Indonesia Melalui Berita

Salah satu cara saya belajar bahasa Indonesia saya lakukan melalui berita. Berbagai warta di media bisa mendatangkan banyak ide untuk belajar.

Kini kita tidak perlu menunggu datangnya berita dalam waktu yang lama. Sekarang ini hitungan kecepatan berita dalam detik saja. Bahkan tak jarang dalam sepersekian detik kita sudah bisa memperoleh kabar yang kita inginkan.

Mendapati kenyataan seperti itu, rasanya sayang bila lalu-lintas berita yang demikian kencang tidak kita manfaatkan. Salah satu faedah berita yang saya rasakan adalah sebagai sarana untuk belajar.

Sering saya menemukan materi berita yang mendatangkan inspirasi, khususnya inspirasi tulisan. Tak terkecuali inspirasi yang berkaitan dengan bahasa Indonesia, bahasa persatuan negeri kita.

Memang sebagian dari inspirasi-inspirasi itu lewat begitu saja tanpa sempat singgah di otak saya. Namun beberapa informasi lainnya bisa menambah isi buku catatan kecil saya.

Sudah cukup lama kita memasuki era digital. Meskipun demikian, saya masih setia mengandalkan buku kecil (orang banyak menyebutnya notes). Sesekali saja menggunakan gawai sebagai alat pencatat ide.

Nah, sebagian kecil dari berita-berita yang memberi inspirasi itu keluar lagi dari benak saya. Ide-ide yang bersumber dari berita-berita yang saya baca kembali “mengudara” dalam wujud artikel yang saya tayangkan di media daring. Bisa di media umum, bisa pula blog pribadi.

Kembali kepada tema bahasan tulisan ini. Saya telah menayangkan beberapa artikel yang membincang topik bahasa Indonesia, yang idenya saya dapatkan dari berita yang terbit di beberapa media.

Banyak sisi menarik yang bisa kita amati dari sebuah berita. Walaupun berita yang dibaca sama, tetapi setiap orang akan berfokus pada hal-hal yang menjadi minat atau kebutuhannya.

Selain untuk mengetahui kabar tentang peristiwa-peristiwa terbaru yang terjadi di seluruh penjuru dunia, saya membaca berita untuk belajar bahasa Indonesia. Media apa pun bisa menjadi sumber pembelajaran tentang bahasa Indonesia.

Baca juga: PilihKartu Member Koperasi atau Kartu Anggota Anu Mart

Pelbagai Cara Mengingat Ide

Seringkali niat awal saya sekadar mencari kabar ketika membuka-buka situs berita. Namun tak jarang saya menemukan hal-hal yang membikin hati saya mengucap “Kok begini, ya?”

Jika mendapati hal-hal yang seperti itu, biasanya saya melakukan beberapa langkah untuk mengabadikan hal menarik itu. Berikut ini 3 kegiatan yang saya lakukan.

1. Mencatat ide dalam buku catatan kecil

Catatan kecil berupa tulisan tangan singkat sangat berguna untuk menyimpan gagasan yang saya temukan agar tidak hilang begitu saja. Saya berusaha selalu menyediakan sebuah buku catatan kecil dan sebuah ballpoint atau pensil ketika sedang melakukan aktiwitas membaca, termasuk membaca berita.

Hal itu bila kegiatan membaca saya lakukan di rumah atau tempat kerja. Namun aktiwitas mambaca berita bisa terjadi di mana saja. Pada saat tidak tersedia media untuk mencatat berupa kertas, si mesin serba bisa bernama gawai biasanya menjadi dewa penolongnya.

2. Menyimpan tangkapan layar bagian berita yang menarik

Tangkapan layar (screenshot) menjadi suatu sarana yang sangat praktis untuk mengabadikan hal menarik yang saya dapatkan saat membaca. Namun adakalanya saya bingung sendiri ketika membuka-buka kembali isi tangkapan layar setelah berlalu sekian lama.

Sering saya tidak bisa mengingat rencana apa yang akan saya lakukan dengan gambar ini. Itulah sebabnya, jika kondisi memungkinkan, saya memilih untuk mencatatnya dalam sebuah buku catatan kecil.

Cara lain untuk mengingat gagasan dari sebuah tangkapan layar adalah dengan menuliskannya pada sesobek kertas atau stick note. Warna-warni stick note yang tertempel pada sebidang papan menjadi pengingat yang tak terlupakan.

3. Mengembangkan ide dari sebuah berita

Tentu saja ini merupakan kondisi ideal yang saya dambakan. Segera menuliskan kembali ide-ide yang saya dapatkan seusai membaca berita. Sudah pasti lebih gampang mengembangkan ide-ide yang masih terasa segar dalam ingatan.

Sayangnya, kondisi ideal semacam ini tidak selalu bisa kita jumpai. Waktu yang terbatas acap membuat ide yang tak tercatat amblas tak meninggalkan bekas.

Contoh Artikel yang Bersumber dari Berita

Mungkin saja saat itu saya tidak bisa langsung menghasilkan tulisan yang lengkap karena alasan tertentu seperti tidak ada waktu atau pikiran sedang kusut. Namun dengan langkah nomor 1 atau nomor 2, ide pokok yang terdapat dalam berita yang saya baca telah tersimpan dalam catatan kecil atau tangkapan layar.

Ketika telah mendapatkan kesempatan untuk mengembangkannya, saya bisa menghasilkan tulisan dari catatan itu. Bahkan seandainya tidak mampu merealisasikan ide itu menjadi sebuah tulisan dalam waktu dekat, barangkali catatan semacam itu akan berguna setelah tersimpan sekian lama.

Dalam artikel yang saya tayangkan di kompasiana.com berjudul “’Dosa’ Kalimat Pasif”  misalnya, saya mengulas penggunaan kalimat pasif yang menyebabkan kerancuan makna. Saya memperoleh gagasan yang menghasilkan tulisan itu setelah membaca sebuah berita dengan judul yang menimbulkan tanda tanya.

Contoh lainnya adalah artikel saya yang saya beri judul “Di Sini Salah, Di Sana Benar” yang saya tayangkan pada media yang sama. Tulisan ini merupakan ungkapan “kegelisahan” saya saat menemukan penggunaan kata depan yang menurut saya kurang tepat pada banyak media yang beredar di negara kita.

Dalam blog ini juga terdapat tulisan yang merupakan pengembangan ide yang saya dapatkan dari berita yang tayang di media. Artikel berjudul “Sebenarnya Bruno Fernandes Itu Pemain MU atau Bukan, Sih?” merupakan sebuah contoh.

Artikel ini tercipta seusai saya terheran-heran membaca sebuah judul berita yang membikin saya kebingungan. Susunan kalimat dalam judul berita sebuah media daring telah memberi inspirasi bagi saya.

Mendapatkan keganjilan itu, saya lantas mencari sumber-sumber pengetahuan yang berkaitan dengan gagasan yang mengusik pikiran saya. Judul berita itu telah menjadi pemicu saya untuk belajar mengenai susunan kalimat dalam bahasa Indonesia.

Beberapa tulisan yang lain juga berangkat dari gagasan yang serupa. Tulisan berjudul “Nasib Pedestrian yang Serupa dengan Busway” pun bersumber dari berita menyangkut pedestrian, ditambah kejadian sehari-hari mengenai penggunaan kata busway.

Cara Belajar Bahasa Indonesia Melalui Berita

Baca juga: SektorPerumahan, Mula Berkembangnya Kata “Developer”

Itulah salah satu cara yang saya lakukan dalam mempelajari bahasa Indonesia. Media memang nyaris bisa mendatangkan apa saja.

Media bukan hanya sebagai tempat untuk mendapatkan informasi dan berita.  Berita-berita yang ditayangkan media juga bisa menjadi sarana belajar yang efektif.

Era digital telah melahirkan sarana menyampaikan informasi dan berita yang mudah dan sangat cepat. Adakalanya banyaknya informasi yang membanjiri pikiran kita bikin pusing kepala. Namun jika kita bisa mengolahnya, informasi-informasi itu bisa menjelma sebagai sumber gagasan yang tak habis-habisnya.

Masa pandemi Covid-19 sangat membatasi gerak fisik kita. Aktivitas bekerja dan belajar menjadi sangat terbatas. Bila kita menyerah pada keadaan, maka bukan hanya fisik kita yang terpenjara. Bisa jadi pikiran dan perasaan turut terkekang.

Pada saat-saat seperti ini, kemampuan berkreasi sangat dibutuhkan. Dengan kreativitas, kita tetap bisa menjalankan aktivitas belajar. Dunia daring telah menyediakan sumber daya yang demikian besar. Ia bisa menjadi sarana belajar apa saja, tak terkecuali ketika kita berniat untuk belajar bahasa Indonesia.

Saya baru usai menonton film Tilik. Film yang sedang viral itu menunjukkan adanya potensi besar bahasa daerah sebagai sumber pengembangan bahasa Indonesia. 

film tilik dan bahasa daerah sebagai sumber pengembangan bahasa Indonesia

Seandainya dialog dalam film Tilik dilakukan dalam bahasa Indonesia, mungkin “guncangan’-nya akan berbeda. Saya melihat, penggunaan bahasa Jawa dalam film pemenang Piala Maya untuk kategori film pendek itu sangat tepat. Ia menjadi salah satu unsur penting yang menguatkan film pendek yang digarap tahun 2018 itu. 

Alasan utamanya tentu saja karena bahasa Jawa memang merupakan bahasa yang sehari-hari digunakan oleh warga desa yang menjadi lokasi film itu. Jadi, dengan menggunakan bahasa yang sama dengan keseharian orang-orang di sana, dialog-dialog dalam film terasa alami dan nyata. 

Selain alasan itu, saya melihat ada pula alasan lainnya. Saya mengambil sebuah dialog yang muncul pada bagian akhir film ini sebagai contoh untuk menjelaskan alasan ini. 

Kala itu Bu Tejo merasa dirinya sangat berjasa setelah berhasil menghibur ibu-ibu yang kecewa karena gagal menengok Bu Lurah. Tokoh sentral dalam film Tilik itu kemudian mengajak ibu-ibu mampir ke pasar. Dengan sedikit angkuh, Bu Tejo mengucap, “Dadi wong ki mbok yo sing solutip.” 

Kalimat yang dilontarkan Bu Tejo merupakan ucapan khas wong Jawa. Akan sulit sekali menerjemahkan kalimat ini ke dalam bahasa Indonesia. Kita tidak mengenal frasa “mbok yo” dalam bahasa nasional kita. Bila dipaksakan menggantinya dengan ungkapan lain, rasanya pasti akan sangat berbeda. 

Nah, kalimat itu merupakan salah satu contoh saja. Jika kita telusuri lebih dalam, akan banyak kita temukan ungkapan-ungkapan khas masyarakat Jawa yang tiada duanya. 

Baca juga: Sektor Perumahan, Mula Berkembangnya Kata “Developer” 

Bahasa Jawa yang Kaya Kosakata 

Bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang memiliki kosakata yang sangat banyak. Dan bahasa Jawa merupakan bahasa dengan penutur terbanyak di tanah air, mencapai lebih dari 80 juta orang. 

Kita mengenal bahasa Jawa sebagai bahasa dengan banyak tingkatan. Keadaan ini menjadi salah satu sebab banyaknya kosakata dalam bahasa Jawa. 

Sebuah kata dalam bahasa Indonesia bisa memiliki banyak padanan dalam bahasa Jawa sesuai tingkatannya. Saya ambil satu kata sebagai contoh, yaitu kata “makan”. 

Dalam bahasa Indonesia, orang menggunakan kata “makan” untuk menggambarkan orang yang memasukkan sesuatu ke dalam mulut, mengunyah dan menelannya. Hal itu terjadi siapa pun pelakunya dan siapa pun yang membicarakannya. 

Dalam bahasa Jawa lain cerita. Siapa yang memasukkan sesuatu, mengunyah dan menelan sangat berpengaruh terhadap pilihan kata yang akan digunakan untuk menggambarkannya. 

Dimulai dari kata yang paling halus hingga yang paling kasar, bahasa Jawa setidaknya memiliki lima kosakata yang menjelaskan aktivitas ini. Kelima kata itu adalah dhahar, nedha, mangan, (maaf) mbadhog, dan (maaf lagi) nguntal. Di luar kelima kata itu, masih terdapat variasi kata yang lain seperti maem. 

Itu baru dari satu kata. Dengan melihat masyarakat Jawa yang menjunjung tingkatan-tingkatan dalam berbahasa, kita akan mendapati banyak sekali kosakata bahasa Jawa yang hanya diwakili oleh satu kata saja dalam bahasa Indonesia. 

Fungsi Bahasa Daerah 


Saya mengajukan bahasa Jawa sebagai bahan pengaya bahasa Indonesia sebatas contoh. Ada dua alasan saya melakukan hal ini. 

Alasan pertama, karena saya baru saja menonton film berbahasa Jawa yang sedang viral. Selain terhibur, saya juga mendapatkan inspirasi dari tontonan singkat ini. 

Yang kedua, karena kebetulan saya lahir dan menghabiskan sebagian waktu hidup saya di tanah Jawa. Faktor “kebetulan” ini membikin saya cukup memahami bahasa ini sehingga (mudah-mudahan) lebih paham isi film yang mencuatkan gagasan itu. Selain tentu saja bisa memberikan beberapa contoh penggunaan bahasa Jawa di luar film yang menjadi pokok perbincangan. 

Salah satu fungsi bahasa daerah adalah sebagai pendukung bahasa Indonesia (kemdikbud.go.id). Jadi, tidak salah menggunakan istilah-istilah bagian dari kosakata dalam bahasa daerah untuk menambah perbendaharaan kosakata bahasa Indonesia. Tentu saja penggunaannya harus sesuai dengan aturan yang berlaku. 

Berdasarkan data Kemendikbud, per Oktober 2019 terdapat 718 bahasa daerah di seluruh wilayah Indonesia yang telah diidentifikasi (medcom.id). Jumlah ini menempatkan Indonesia pada posisi kedua sebagai negara yang memiliki jumlah bahasa terbanyak di dunia. 

Angka sebanyak itu belum termasuk sejumlah dialek yang terdapat di pelbagai pelosok negara kita. Bila dialek-dialek itu ditambahkan, tentu jumlahnya akan menjadi lebih besar lagi.  

Bayangkan, betapa besar potensi bahasa-bahasa daerah di nusantara ini sebagai pengaya bahasa Indonesia.

Mencari Hikmah di Balik “Musibah”, Sebuah Catatan Kelahiran Blog “Ulas Bahasa”
Antusias sekali saya menyambut sebuah pelatihan bertajuk “Kelas Menulis Blog”. Kelas ini memang telah cukup lama saya nanti-nantikan.

Dua bulan mengelola blog nyaris sepenuhnya seorang diri, ternyata mulai mendatangkan rasa pusing di kepala. Penguasaan teknis dan optimasi nge-blog yang minim menjadikan blog yang saya kelola “begitu-begitu saja”.

Maka, begitu menemukan penawaran kelas menulis blog seperti yang saya sebutkan di atas, saya langsung mendaftarkan diri. Dan saya agak kurang sabar menantikan dimulainya kelas yang baru dibuka sekira seminggu usai saya diterima sebagai salah satu peserta.

Hari pertama, kelas ini berjalan lancar. Pembahasan bertema “menentukan topik” cukup membantu mempertahankan keyakinan diri saya untuk melanjutkan topik blog yang baru saya rintis sekira dua bulan sebelumnya.

Keyakinan Mulai Goyah

Keyakinan saya mulai goyah dan nyaris ambruk ketika kelas memasuki hari kedua. Pada hari itu, admin mulai membahas urusan teknis.

Contoh rancangan (layout) blog pun ditampilkan. Sang admin kemudian minta para peserta “memelototi” blog masing-masing.

Pada titik inilah saya mulai merasakan kebimbangan. Tampilan blog saya jauh berbeda dengan yang ditayangkan admin di grup Whatsapp kelas ini.

Saya mulai bertanya-tanya dalam hati, mungkinkah saya telah tersesat dengan memasuki kelas ini?

Rasanya pertanyaan saya semakin tersingkap beberapa saat kemudian. Seorang peserta menanyakan perihal sebuah platform yang belum dibahas dalam di grup materi.

Saya menduga si peserta menggunakan platform yang ditanyakannya itu sebagai basis pembuatan blog-nya. Sungguh menarik pertanyaan ini karena hati saya pun menanyakan hal yang sama. Platform yang saya gunakan sama dengan platform si penanya.

Rasa kecewa saya menjadi paripurna ketika admin memberikan jawaban yang tidak saya harapkan. Sesuai penjelasannya, kelas ini dikhususkan untuk membahas sebuah platform yang berbeda dengan yang saya gunakan, seperti yang telah diungkapnya.

Obrolan (chat) dengan admin saat proses pendaftaran kembali saya buka. Di sana tercantum salah satu tema bahasan yang membuat ketersesatan saya makin kentara. “Mengubah Blogspot menjadi domain?”

Jadi, semua ini terjadi karena kekeliruan saya sendiri. Saya kurang teliti membaca penjelasan tentang cakupan materi yang akan dibahas dalam kelas ini.

Mencari Hikmah di Balik “Musibah”

“Selalu ada hikmah dalam setiap peristiwa.”

Saya tidak begitu ingat, siapakah pencetus awal ucapan ini. Saya hanya mengingat bahwa ia telah menjelma sebagai sebuah kalimat yang sangat saya andalkan dalam situasi kecewa ketika mendapati sebuah kenyataan yang tidak sesuai dengan yang saya harapkan.

Kali ini pun saya berharap banyak pada “tuah”-nya. Sekalipun sempat membikin kecewa, saya tetap meyakini bahwa kelas ini akan mendatangkan faedah bagi perkembangan kemampuan dan gairah nge-blog saya.

Kalimat yang disitir admin pada pembukaan kelas juga ikut menambah motivasi saya. Sang admin melontarkan sebuah ungkapan dari Thariq bin Ziyad.

“Barangsiapa bersabar dengan kesusahan yang sebentar saja, maka ia akan menikmati kesenangan yang panjang.”

Semoga saya bisa bersabar menjalani “kesusahan” selama beberapa hari mengikuti kelas ini. Harapan saya tentu saja kelak akan menikmati kesenangan yang panjang nge-blog menggunakan pelbagai platform dengan keunggulan dan kekurangan masing-masing.

Sampul depan buku “Blogspot dan Wordpress Komplet” karya Jubilee Enterprise mencantumkan sub judul “Nge-Blog Semakin Seru Kalau Pakai Blogspot dan Wordpress Sekaligus” turut menaikkan semangat saya. Dalam kata pengantar buku yang sama, Gregorius Agung mengungkapkan tidak tertutupnya kemungkinan seseorang menggunakan kedua platform itu agar aktivitas blogging menjadi lebih seru.

“Semoga buku ini bermanfaat dan Anda bisa mulai nge-blog untuk meramaikan jagad internet di nusantara ini!” Begitu kata Gregorius Agung, sang penemu (founder) Jubilee Enterprise.

Beberapa kalimat yang memotivasi tersebut akhirnya mampu membawa saya untuk tetap optimis melanjutkan kelas menulis blog ini. Tentu niat itu saya wujudkan dengan membuat blog baru menggunakan program yang sesuai dengan materi yang diajarkan di kelas ini.

Dua Platform Lebih Baik

Satu hal yang dianjurkan pengajar pada bab “topik” adalah agar kita memilih topik blog yang kita minati. Penetapan topik sesuai minat biasanya membuat seorang blogger konsisten sehingga blog yang dikelolanya bisa bertahan lama.

Atas anjuran itu, saya segera menetapkan “bahasa” sebagai topik utama blog baru saya. Setelah sekian kali utak-atik, jadilah “ulas bahasa” sebagai judul blog saya.

Karena blog ini membahas bahasa, alangkah baiknya dalam setiap artikel yang nongol ada kaitannya dengan bahasa. Seusai melakukan pencarian, saya menemukan sebuah kata dalam artikel ini yang patut dicerna.

Kita akan kembali scrolling kursor ke atas. Kata “jagad” dalam petikan kalimat Gregorius Agung yang saya sitir di atas tidak saya temukan dalam KBBI Daring milik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Dalam proses pencarian selanjutnya, saya berhasil menemukan sebuah kata yang sangat mendekati kata dimaksud, yakni “jagat”. Saya pikir kata terakhir ini seharusnya digunakan untuk menggantikan kata “jagad”.

Pada penelusuran berikutnya, saya menemukan bahwa kata “jagad” merupakan salah satu bentuk kata tidak baku yang sering digunakan penutur bahasa Indonesia. Menurut wikipedia, kata “jagat” diserap dari bahasa Sanskerta dengan penulisan yang persis sama.

Demikian akhir kisah terbentuknya blog "ulas bahasa", dengan artikel ini sebagai pembukanya. Berbekal dua blog dengan platform yang berbeda, saya berharap suatu saat nanti bisa turut meramaikan jagat internet nusantara.


Beranda

Mencari Artikel

Artikel Populer

  • Mencari Hikmah di Balik “Musibah”, Sebuah Catatan Kelahiran Blog “Ulas Bahasa”
    Antusias sekali saya menyambut sebuah pelatihan bertajuk “Kelas Menulis Blog”. Kelas ini memang telah cukup lama saya nanti-nantikan. Dua ...
  • Mengapa Orang Keranjingan Mengucapkan Kata “Dirgahayu”?
      Bulan Agustus merupakan bulan naik daunnya kata “dirgahayu”. Dan hari Senin, tanggal 17 Agustus 2020 ini merupakan puncak berseraknya kata...
  • Sulitnya Mengganti Istilah Chatting dalam Bahasa Indonesia
    Rasanya sulit mengganti istilah chatting dalam bahasa Indonesia. Dalam komunikasi masa kini, kata bahasa Inggris ini hampir selalu hadir da...

Arsip

  • Maret (1)
  • Februari (1)
  • Januari (2)
  • Desember (1)
  • November (1)
  • Oktober (5)
  • September (7)
  • Agustus (11)

Berlangganan Artikel

Advertisement

Copyright © 2021 Ulas Bahasa. Created by OddThemes