Judul artikel clickbait menjelma sebagai pedang bermata dua. Pada satu sisi tampil sebagai daya tarik, dan pada sisi lain menjadi faktor yang menyesatkan pembaca.
Judul ibarat pintu pertama yang menggoda pembaca untuk masuk dan menyelami sebuah artikel. Namun, belakangan ini, kita makin sering menjumpai judul-judul yang bombastis, sensasional, dan terkadang menyesatkan. Sebuah fenomena yang biasa kita kenal dengan istilah clickbait.
Apa
sebenarnya yang membuat tangan para penulis “gatal” dan tergoda membuat judul
semacam itu? Apakah fenomena ini berkaitan dengan strategi pemasaran semata,
atau ada dinamika lain menyangkut kebahasaan?
Apa Itu Clickbait?
Secara
harfiah clickbait berarti “umpan klik”. Istilah ini merujuk pada judul tulisan
yang dirancang agar pembaca merasa terdorong untuk mengekliknya. Sering kali, isi
tulisan tidak sesuai dengan judulnya.
Beberapa
contoh klasik judul bernada clickbait misalnya “Kamu Tidak Akan Percaya Apa
yang Terjadi Setelah Ini!” atau “Nomor 7 Akan Membuatmu Tercengang!”
Menurut
Cambridge Dictionary, clickbait adalah "content on the internet
that is designed to attract attention and encourage visitors to click on a link
to a particular web page".
Sejarah Singkat Clickbait: Bukan Fenomena Baru
Meskipun
istilah clickbait mulai populer pada era berkembangnya internet,
strategi semacam ini sudah lama dipakai dalam dunia jurnalistik versi cetak.
Surat kabar yang terbit pada abad ke-19 misalnya, kerap menulis tajuk utama dengan
judul dramatis. Tujuannya tiada lain untuk meningkatkan oplah.
Menurut
sebuah artikel yang ditayangkan di The Conversation, praktik ini berakar
dari teknik yellow journalism yang menekankan sensasi ketimbang
substansi. Dengan kata lain, clickbait adalah warisan lama yang bertransformasi
dalam bentuk digital dan kian digemari di era berjayanya dunia maya.
Bahasa Clickbait: Strategi Emosional dan Psikologis
Mengapa
clickbait begitu efektif menggiring (calon) pembaca singgah ke suatu tulisan?
Jawabannya terletak pada sisi emosi manusia.
Studi yang
dilakukan Gerald Zaltman mengindikasikan dominannya faktor emosi dalam pengambilan keputusan. Profesor dari Harvard Business School itu menemukan bahwa sekitar 95%
keputusan orang untuk membeli sesuatu dipengaruhi oleh emosi mereka.
Jadi, tidak
heran jika kemudian banyak orang memanfaatkan sisi emosi manusia ini untuk
mencapai tujuan mereka. Dalam dunia tulis-menulis, judul bernada umpan klik menjadi
senjata andalan para penulis untuk “menyeret” pembaca mengunjungi tulisan-tulisan
mereka.
Clickbait bekerja
efektif dengan cara mengeksploitasi dorongan psikologis seseorang dengan memanfaatkan
bahasa. Bahasa clickbait umumnya
mengandung satu di antara tiga kemampuan berikut ini:
- Menggugah rasa penasaran,
misalnya dalam judul “Ternyata Ini Alasan…”
- Membangkitkan ketakutan akan kehilangan sesuatu, misalnya dalam judul “Jangan Lakukan Ini Jika Tak Mau Rugi!”
- Menawarkan janji besar,
misalnya dalam judul “Rahasia Sukses Hanya dalam 5 Menit!”
Hidup di
zaman keemasan clickbait, kita bakal gampang menemukan ungkapan-ungkapan
semacam “terungkap”, “terbongkar”, “heboh”, “wow”, dan kata-kata lain semacam
itu. Gaya bahasa ini tidak muncul secara kebetulan, melainkan memang dirancang
sebagai strategi retoris untuk menarik atensi secara instan.
Clickbait yang Bertanggung Jawab
Penggunaan clickbait
sering dianggap sebagai taktik “curang” karena tidak memberikan isi yang
sebanding dengan “kehebohan” judulnya. Namun, pada sisi yang lain, ada pula
pendapat yang mengatakan bahwa penggunaan judul-judul semacam itu sah-sah saja
selama isi artikelnya masih relevan.
Beberapa
media mencoba mengambil jalan tengah. Mereka berupaya menyeimbangkan antara unsur
ketertarikan dan kejujuran, dengan merancang judul yang tetap menggugah, tetapi
tidak menyesatkan. Inilah yang disebut sebagai ethical clickbait atau
umpan klik yang bertanggung jawab.
Kita bisa
belajar dari dua judul berita di bawah ini.
- Gadis Ini Menemukan Sesuatu di Kamar Mandi, Apa yang Terjadi Selanjutnya Bikin Merinding!
- Penemuan Tak Terduga di Kamar
Mandi: Cerita Nyata yang Bikin Merinding
Kita bisa
merasakan bahwa judul pertama berusaha mengeksploitasi emosi pembaca dan (sengaja)
dibuat tidak transparan. Sementara itu, judul kedua tetap terasa cukup menarik meskipun
tidak “se-bombastis” judul pertama.
Peran Kita dalam Literasi Digital
Dalam
ekosistem digital yang padat informasi, literasi media dan bahasa menjadi sesuatu
yang sangat penting untuk diperhatikan. Agar tidak “tertipu”, pembaca perlu membekali
diri dengan beberapa kemampuan berikut ini:
- Mengenali ciri-ciri clickbait,
- Menilai kredibilitas sumber
bacaan,
- Mengembangkan kebiasaan
berpikir kritis saat membaca.
Sikap kritis
akan membantu kita terhindar dari jenis informasi yang menyesatkan. Selain itu,
sikap ini juga dapat mendorong media untuk lebih bertanggung jawab dalam
menyusun judul dan konten yang akan ditayangkan.
Clickbait
adalah fenomena yang muncul dari pertemuan antara kebutuhan ekonomi media,
algoritma platform digital, dan psikologi manusia. Meskipun sah secara teknis,
penggunaan umpan klik yang menyesatkan dapat merusak kepercayaan pembaca.
Di sini kita punya kesempatan untuk menunjukkan peran kita. Sebagai penulis, kita bisa menyajikan konten yang jujur, selaras antara isi dan judul. Sementara itu, sebagai pembaca, mestinya kita tidak gampang tergoda oleh judul yang sensasional semata.
Post a Comment
Post a Comment