Kata viral kerap nongol di media sosial. Adakalanya terasa janggal, sering pula bikin terpingkal-pingkal.
Bagaimana tidak? Kata-kata yang kita duga berasal dari bahasa asing, ternyata bikinan anak bangsa sendiri. Lihat saja kata-kata rizz, stecu, dan chuaks.
Silakan baca artikel mengenai kata-kata arkais yang ditelantarkan.
Kosakata semacam itu bisa muncul setiap saat. Banyak di antara kata-kata “ajaib” itu lahir dan berkembang di media sosial. Setelah ngetrend di media sosial, pelan tapi pasti, mereka menyebar ke kehidupan nyata sehari-hari.
Yuk, kita telusuri beberapa
kata “asing” yang merebak di dunia maya pada awal tahun 2025 ini.
Rizz
Ada yang menduga kata rizz
berasal dari mancanegara? Sekarang mungkin tidak, tetapi beberapa bulan lalu barangkali
banyak orang berpikiran seperti itu.
Sungguh ajaib. Menurut sebuah
media daring, kata rizz merupakan kependekan dari kata charisma. Kata charisma
sendiri didefinisikan sebagai daya tarik atau pesona yang dipancarkan oleh
seseorang.
Istilah rizz biasanya digunakan
dalam konteks hubungan asmara di antara anak-anak muda.
Stecu
Awalnya sulit membayangkan
istilah stecu lahir di tanah air. Sepanjang yang saya ketahui, tidak ada
kosakata dalam bahasa Indonesia mengandung dua konsonan ‘st’.
Kalau bukan lantaran
kreativitas yang di luar “nurul”, tidak akan lahir kata stecu di Bumi Pertiwi
ini.
Silakan baca juga tulisan yang membahas influencer yang harus dikurung.
Konon, stecu merupakan
pemendekan frasa “stelan cuek”. Bukan hanya stecu, kata stelan pun tidak akan
kita temukan di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Saya menduga, stelan didapat
dari kata setelan yang memiliki beberapa makna. Salah satu makna yang
ditampilkan oleh KBBI adalah hasil menyetel atau cara menyetel.
Sementara itu, cuek merupakan ragam
cakapan yang berarti masa bodoh atau tidak acuh.
Mengutip penjelasan di sebuah
media daring, istilah stecu digunakan untuk menggambarkan seseorang yang
berpura-pura tak peduli saat bersua dengan orang yang disukai.
#KaburAjaDulu
Tagar alias tanda pagar yang
sempat amat populer di kalangan anak muda ini menjadi sarana menyuarakan
kekecewaan mereka terhadap kondisi ekonomi dan sosial negara tempat mereka
bernaung ini.
Kata kabur yang menjadi inti
tagar itu dimaknai oleh KBBI sebagai melarikan diri, selain beberapa makna
lainnya. Barangkali, dengan harapan mendapatkan kehidupan yang lebih baik, anak-anak
muda hendak mencari peruntungan di negeri orang.
Delulu
Lagi-lagi singkatan. Serupa rizz
dan stecu, delulu juga istilah yang dipendekkan.
Delusional diklaim sebagai kata yang dipendekkan menjadi delulu. Kata delusional sendiri
berasal dari kata delusi, yaitu istilah Psikologi yang berarti pikiran atau
pandangan yang tidak berdasar alias tidak rasional.
Mencomot makna itu, anak-anak
muda memakai kata delulu untuk menceritakan kondisi seseorang yang memiliki
harapan terlampau tinggi. Seseorang yang terjangkit delulu cenderung banyak
berkhayal.
Chuaks
Untuk memahami makna kata
chuaks, coba bayangkan ekspresi seseorang dengan mata terbelalak, mulut
menganga, dan wajahnya memancarkan rasa heran.
Silakan baca juga tulisan mengenai manfaat menulis kosakata langka.
Ya, chuaks memang “dilahirkan”
karena anak-anak muda tidak menemukan kata yang tepat untuk menggambarkan suasana
terkejut yang mereka bayangkan. Mereka mengangankan sebuah istilah yang tidak
sekadar berarti terkejut atau takjub, melainkan keterkejutan atau ketakjuban
yang “berat” lantaran melihat atau menemui suatu keadaan yang sangat tidak
terduga.
Sayangnya, saya belum
menemukan asal-usul istilah chuaks. Entah, ia lahir dari rahim siapa.
Apa Kata Ahli Bahasa?
Beberapa ahli bahasa Indonesia
menyampaikan pendapat berbeda terkait fenomena pembentukan kata-kata “ajaib”
semacam itu.
Bernadette Kushartanti,
misalnya, menyatakan kejadian seperti ini tidak bisa dihindari karena kita
memang tidak bisa lepas dari pengaruh bahasa asing. Pakar Linguistik dari
Universitas Indonesia itu mengaku tidak khawatir dan meyakini hal tersebut
tidak akan menjadi ancaman terhadap kelestarian bahasa Indonesia.
Sepertinya, banjir istilah-istilah
“ganjil” belum akan berakhir. Apakah Anda sepakat dengan Ibu Bernadette tentang
kata-kata viral di media sosial tidak akan mengancam bahasa Indonesia?
Post a Comment
Post a Comment