Ulas Bahasa
  • Beranda
  • Tentang
  • Kontak
  • Kebijakan
    • Sangkalan (Disclaimer)
    • Kebijakan Privasi
  • Artikel
    • Asal Kata
    • Inspirasi Bahasa
    • Istilah Asing
    • Kalimat
    • Kosakata
Diberdayakan oleh Blogger.

ilustrasi artikel nasib pedestrian yang serupa dengan busway

Menurut Anda, adakah persamaan antara kata busway dan pedestrian? Barangkali Anda tidak pernah menduga jawabannya.

Saya suka geli mendengar orang bilang, “Saya mau naik busway.” Lho, jalanan kok dinaikin, sih? Nggak bakalan nyampe di tujuan, dong.

Orang Jakarta yang akan melakukan perjalanan dalam kota sering menyebut nama itu sebagai kendaraan yang akan mereka tumpangi. Mengapa saat hendak pergi Surabaya, misalnya, ia tidak bilang mau naik rel kereta api? Atau sewaktu merencanakan untuk bepergian ke Manchester misalnya, tidak pernah bilang, “Saya pengen naik angkasa?”

Inilah yang bikin saya heran. Hanya busway, sebutan bagi jalur khusus bus itu, yang seakan-akan berubah makna menjadi jenis kendaraan. Mestinya kita konsisten memberikan sebutan bagi pelbagai jenis kendaraan dengan jalur yang dilaluinya.

Bus adalah jenis kendaraan yang—dalam kasus ini—disebut dengan sebutan jalurnya. Maka sudah seharusnya kereta api disebut rel kereta api. Pesawat terbang juga disebut dengan nama jalur yang dilaluinya, apa lagi kalau bukan angkasa?

"Kendaraan" yang Tak Bisa Berjalan

Kalau belum yakin, kita bisa melihat makna istilah ini dalam kamus. Kamus Merriam Webster memberikan dua definisi yang menjelaskan makna kata yang sedang kita bahas ini.

Definisi pertama adalah bus duct, sebuah istilah yang tidak berhubungan dengan urusan angkutan dan lalu-lintas.

Bus duct sendiri diartikan sebagai “an electric conduit prefabricated in sections and containing heavy conductors for transmission of large currents at relatively low voltage.” Jadi, istilah bus duct lebih dekat kaitannya dengan urusan teknologi.

Sementara itu, definisi kedua yang dipaparkan dalam kamus ini adalah “an expressway or a lane of one that is reserved for the exclusive use of commuter buses.” Makna ini menjelaskan bahwa busway bukanlah bus, melainkan jalur khusus yang disediakan bagi bus-bus khusus yang mengangkut orang-orang yang melakukan perjalanan rutin hampir setiap hari.

Jadi lain kali jangan naik busway, ya. Naik "kendaraan" itu tidak akan pernah membawa kita tiba di tujuan. Dan ada hal yang lebih penting, kita bisa celaka. Kalau nggak tertabrak bus atau kendaraan lain (kendaraan lain lewat busway?), kita bisa ditangkap petugas.

Baca juga: Film Tilik dan Potensi BahasaDaerah untuk Mengambangkan Bahasa Indonesia

Pedestrian yang “Senasib” dengan Busway

Hal yang sebaliknya terjadi pada “nasib” pedestrian. Apakah yang Anda gambarkan dalam benak Anda mengenai istilah ini? Anda membayangkan makhluk hidup atau benda mati ketika mendengar orang menyebut kata yang satu ini?

Barangkali yang tergambar dalam benak Anda adalah sebuah jalur yang terletak di sisi jalan raya. Di atas jalur ini orang berlalu-lalang. Atau di kebanyakan tempat di negeri kita, tampak berjejer pedagang makanan, penjual sandal jepit dan kini mungkin penjual masker dan hand sanitizer dadakan.

Jika Anda masih membayangkan keadaan semacam itu, mari kita sejenak membuka halaman Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Kamus yang dikelola oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa itu memberikan penjelasan soal arti kata ini yang mungkin berbeda jauh dengan yang Anda kira.

Berikut ini adalah makna kata pedestrian menurut KBBI online alias daring dan contoh penggunaannya dalam sebuah kalimat.

“pejalan kaki: jalan khusus -- memang dibuat bersusun dua”

Kamus Lengkap bahasa Inggris – bahasa Indonesia pun menyatakan hal yang senada. Kamus ini mengartikan pedestrian sebagai “pejalan kaki”.

Dipaparkannya pula sebuah contoh penggunaan kata ini dalam sebuah kalimat. “Careful pedestrians always walk on the sidewalk.”

Jelas sudah bahwa pedestrian itu makhluk hidup. Tepatnya, manusia yang sedang berjalan kaki. Ia bukan jalur atau jalan yang biasa dilalui para pejalan kaki, melainkan pejalan kaki itu sendiri.

Pada saat-saat tertentu setiap orang bisa menjelma sebagai pedestrian. Jadi, ketika sedang bertindak dalam posisi ini, tak perlu khawatir badan kita diinjak-injak orang. Justru kaki-kaki kita yang akan menginjak-injak jalur yang kita lalui.

Namun, sebagai warga yang tinggal di sebuah negara berkembang, kita mesti ekstra hati-hati. Ketika sedang berjalan kaki, jangan sampai kita menabrak penjaja kacamata atau peminta-minta yang berderet-deret di sana.

Juga kita perlu menjaga dompet dan barang-barang berharga yang kita bawa. Siapa tahu ada penjahat yang siap memangsa.

Trotoar dan Sejarahnya

Lantas, apa sebutan untuk jalur yang digunakan oleh para pejalan kaki yang sebenarnya? Sarana itu biasa kita sebut dengan istilah trotoar.

KBBI memaknai sebutan ini sebagai tepi jalan besar yang sedikit lebih tinggi daripada jalan tersebut, tempat orang berjalan kaki.

Keberadaan trotoar telah berlangsung lama di muka bumi ini. Sebuah artikel mengupas awal mula trotoar. Ternyata, keberadaan jalur khusus bagi para pejalan kaki itu bermula dari negara Turki.

Meskipun bentuknya masih sangat sederhana, dalam rentang tahun 2000 – 1990 sebelum Masehi, orang bisa menemukan trotoar di kota kuno Anatolia. Pada masa itu, jalur pejalan kaki tidak memiliki pembatas sehingga para pejalan kaki harus “bersaing” dengan penunggang kuda dan jenis-jenis angkutan kuno lainnya.

Perkembangan trotoar pada era modern tak bisa dilepaskan dari dua kota utama di Eropa, yakni London dan Paris. Bentuk trotoar yang lebih tinggi ketimbang jalan di sampingnya mulai dibuat di kota London. Tujuannya tak lain untuk melindungi pejalan kaki dari kendaraan yang melaju di jalanan.

Sementara itu, Paris merupakan salah satu kota yang memanjakan pejalan kaki. Pemerintah di sana menyediakan trotoar yang nyaman. Selain itu, sebutan trotoar sendiri diadopsi dari bahasa Prancis trottoir.

Persamaan antara Busway dan Pedestrian

Kembali pada pertanyaan yang saya sampaikan di awal tulisan, “Apa persamaan antara busway dan pedestrian?”

Saya melihat setidaknya terdapat dua keadaan yang sama di antara keduanya. Dalam hal ini mereka mengalami nasib yang serupa.

Persamaan pertama, kedua istilah itu berkaitan dengan urusan lalu lintas. Sedangkan persamaan yang kedua, keduanya sering digunakan pada tempat yang tidak semestinya.

Sekarang kita bahas perbedaan antara keduanya. Busway yang sering dianggap sebagai bus itu merupakan benda tak bernyawa, sama dengan bus. Sementara itu, pedestrian adalah makhluk hidup yang sering diperlakukan sebagai benda mati.

Itulah dua ungkapan barkaitan dengan lalu lintas yang sering digunakan secara kurang pas. Apakah Anda pernah menjumpai istilah-istilah lain yang “senasib sepenanggungan” dengan busway dan pedestrian? Ayo, ceritain, dong.

Susahkah Menyatakan dalam Bahasa Indonesia Ungkapan “Free Ongkir”?


Sepertinya susah banget menyatakan dalam bahasa Indonesia istilah free ongkir, ya? Kenapa bisa begitu, ya?

Perkembangan teknologi telah menjadikan media daring sebagai sarana yang sangat membantu melancarkan pelbagai urusan manusia. Urusan belanja pun ikut memanfaatkan kemudahan dan kecepatan yang ditawarkannya.

Saat ini kegiatan belanja online telah menjadi menu sehari-hari bagi banyak orang dari berbagai usia dan kalangan. Masa pandemi Covid-19 yang membikin kegiatan manusia serba terbatas turut menyuburkan aktivitas onlen-onlen semacam ini. Kegiatan belanja daring pun semakin mendapatkan tempat di masyarakat.

Penggunaan istilah-istilah yang terbilang baru ikut meluas sebagai imbas dari keadaan ini. Saya mencatat, salah satu istilah yang sangat akrab di telinga para pelaku bisnis daring adalah “free ongkir”.

Free ongkir telah menjelma menjadi sebuah istilah yang sangat populer belakangan ini. Para penjual online sering menjadikan free ongkir sebagai sebuah senjata untuk merebut simpati (calon) pelanggan.

Sebaliknya yang terjadi pada pihak pembeli. Mereka ikut memanfaatkan platform free ongkir ini untuk mendapatkan produk yang mereka inginkan dengan jumlah biaya yang sekecil-kecilnya.

Baca juga: Variasi Istilah “Date” dan Artinya dalam bahasa Indonesia

Adakah Bahasa Indonesia-nya “Free Ongkir”?

Sebenarnya tidak sulit mengira-ngira, apa makna kata “ongkir” dan dari mana asal-usulnya.

Untuk menelusurinya, mula-mula saya membuka halaman KBBI Daring. Di sana saya menemukan sebuah keterangan mengenai kata “ongkir”. KBBI menjelaskan bahwa “ongkir” merupakan akronim dari “ongkos kirim”.

Orang memang suka menggunakan istilah-istilah yang singkat. Menyebut “ongkir” terasa lebih enak ketimbang sebutan lengkapnya, “ongkos kirim”. Selain karena singkat, barangkali penyebutan sebuah istilah baru seperti ongkir bisa juga menimbulkan sensasi yang gimana gitu.

Istilah ongkir meroket sejak frekuensi perdagangan daring melonjak. Biasanya ongkos kirim ini dibebankan oleh penjual kepada pembeli untuk membayar biaya ekspedisi atas pengiriman barang yang diperjualbelikan.

Kata “free” tentu saja berasal dari bahasa Inggris. Sebuah kamus Inggris-Indonesia meyodorkan cukup banyak terjemahan kata “free”. Terjemahan yang saya temukan antara lain bebas, luang, kosong, gratis, dan cuma-cuma.

Bila dikaitkan dengan pengenaan ongkos kirim, kata “free” bisa berarti bebas, gratis, atau cuma-cuma. Saya kira ini sebuah frasa yang gampang ditebak maknanya.

Saya cuma agak heran, kenapa “ongkir” harus disandingkan dengan “free”. Sepertinya mereka bukan pasangan yang serasi. Mengapa tidak menggunakan istilah lain yang masih terhitung "saudara sebangsa dan setanah air" seperti bebas, gratis atau cuma-cuma?

Entah kutipan berikut ini ada hubungannya entah tidak. Saya sitir dari kompas.id, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dadang Sunendar pernah mengungkap sebuah pernyataan yang mungkin cocok dengan kecenderungan ini.

”Akan tetapi, sebagian warga belum bangga dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia hanya dianggap sebagai alat komunikasi, bukan jati diri bangsa yang utuh.”

Senyampang masih di bulan Kemerdekaan, sepertinya ini waktu yang pas untuk ngomongin urusan-urusan yang berkaitan dengan jati diri bangsa, bukan?

 

Mengapa Orang Keranjingan Mengucapkan Kata “Dirgahayu”?

Bulan Agustus merupakan bulan naik daunnya kata “dirgahayu”. Dan hari Senin, tanggal 17 Agustus 2020 ini merupakan puncak berseraknya kata ini.

Menurut Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, kata “dirgahayu” berasal dari bahasa Sanskerta. Kata ini bermakna “panjang umur” atau “berumur panjang”.

Maka tak heran bila kata ini selalu merajalela setiap datang bulan Agustus. Melalui kata ini, banyak orang dan lembaga atau instansi mengungkapkan harapan mereka agar negara Republik Indonesia panjang usia.

Terkait dengan hal ini, sering timbul pertanyaan dalam hati saya. Mengapa orang lebih suka menggunakan kata “dirgahayu” untuk mendoakan negara kita yang sedang berulang tahun? Mengapa hampir tak pernah saya menemukan ungkapan lainnya semacam “semoga panjang umur” misalnya?

Sebaliknya, ketika menjumpai kerabat atau teman yang berulang tahun, orang lebih senang menggunakan ungkapan “semoga panjang umur”? Mengapa nyaris tak pernah muncul kata “dirgahayu”? Apakah istilah “dirgahayu” sengaja diciptakan untuk mendoakan negara kita tercinta?

Sudah cukup lama sebenarnya pertanyaan ini bergelayut dalam benak saya. Namun karena bukan sesuatu yang patut dipikirkan secara mendalam, saya biarkan saja pertanyaan itu tersimpan rapi di dalam hati.

Mungkin suatu saat akan muncul sendiri jawabnya. Atau mungkin pula tidak.

Dalam KBBI Daring, sepertinya kata “dirgahayu” memiliki makna khusus. Kamus itu mengartikan kata ini sebagai berikut:

“Berumur panjang (biasanya ditujukan kepada negara atau organisasi yang sedang memperingati hari jadinya).”

Makna dasarnya serupa, yakni “berumur panjang”. Namun KBBI menambahkan keterangan bahwa kata ini biasanya ditujukan kepada negara atau organisasi yang sedang memperingati hari jadinya. KBBI memberi contoh “panjang umur Republik Indonesia”.

Baca juga: Bagaimana Cara Memperbaiki Kalimat yang Sepanjang Kereta Api?

Duluan Masyarakat atau KBBI dalam Memaknai Kata Dirgahayu?

Bisa saja kemudian timbul semacam pertanyaan klasik, “Duluan ayam atau telur?” Dalam konteks ini, kondisi mana yang lebih dulu muncul? Kebiasaan orang menggunakan kata “dirgahayu” atau KBBI memberi makna kata “dirgahayu”?

Barangkali yang duluan nongol adalah kebiasaan orang menggunakan kata “dirgahayu” saat negara berulang tahun, lalu KBBI menggunakan kebiasaan ini untuk memaknai kata “dirgahayu”. Atau sebaliknya, KBBI memberi makna kata “dirgahayu” sedemikian rupa sehingga membuat banyak orang mempraktikkan ucapan mereka sesuai “titah” KBBI.

Saya kira salah satu kata kuncinya adalah kata “biasanya” dalam keterangan yang disampaikan oleh KBBI. Menurut KBBI sendiri, kata “biasanya” berarti “menurut apa yang sudah dilazimkan” atau “lazimnya”.

Bila suatu kegiatan dilakukan menurut apa yang sudah dilazimkan, mestinya kegiatan itu sudah sering dijalankan. Dengan menghubungkan kedua pernyataan itu, bisa disimpulkan bahwa penggunaan kata “dirgahayu” dalam ucapan bernada doa bagi negara (Republik Indonesia) telah menjadi kebiasaan dalam masyarakat.

Jika demikian, akan timbul pertanyaan lanjutan, “Mengapa orang-orang dan lembaga-lembaga itu menggunakan istilah “dirgahayu” bukan yang lain?

Saya belum berhasil menemukan penjelasan mengenai hal ini. Saya hanya menduga bahwa “ramai-ramai” penggunaan kata “dirgahayu” semasa peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia semata-mata karena kebiasaan mengikuti apa yang telah dilakukan orang sebelumnya.

Jadi, duluan ayam atau telur?

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Mencari Artikel

Artikel Populer

  • Mencari Hikmah di Balik “Musibah”, Sebuah Catatan Kelahiran Blog “Ulas Bahasa”
    Antusias sekali saya menyambut sebuah pelatihan bertajuk “Kelas Menulis Blog”. Kelas ini memang telah cukup lama saya nanti-nantikan. Dua ...
  • Mengapa Orang Keranjingan Mengucapkan Kata “Dirgahayu”?
      Bulan Agustus merupakan bulan naik daunnya kata “dirgahayu”. Dan hari Senin, tanggal 17 Agustus 2020 ini merupakan puncak berseraknya kata...
  • Sulitnya Mengganti Istilah Chatting dalam Bahasa Indonesia
    Rasanya sulit mengganti istilah chatting dalam bahasa Indonesia. Dalam komunikasi masa kini, kata bahasa Inggris ini hampir selalu hadir da...

Arsip

  • Maret (1)
  • Februari (1)
  • Januari (2)
  • Desember (1)
  • November (1)
  • Oktober (5)
  • September (7)
  • Agustus (11)

Berlangganan Artikel

Advertisement

Copyright © 2021 Ulas Bahasa. Created by OddThemes