Ulas Bahasa
  • Beranda
  • Tentang
  • Kontak
  • Kebijakan
    • Sangkalan (Disclaimer)
    • Kebijakan Privasi
  • Artikel
    • Asal Kata
    • Inspirasi Bahasa
    • Istilah Asing
    • Kalimat
    • Kosakata
Diberdayakan oleh Blogger.

Arti kata seronok telah melenceng sangat jauh dari makna aslinya. Berbagai kondisi menunjukkan hal ganjil yang terkesan wajar itu.

arti kata seronok dalam bahasa indonesia

Apa yang terpikir dalam benak Anda tatkala mendengar seseorang menasihati putrinya yang beranjak remaja dengan kalimat ini, “Berpakaianlah yang seronok, Nak.” 

Apakah Anda menduga orangtua ini seseorang yang sinting?

Mungkin bayangan buruk akan menerpa pikiran Anda manakala mendengar ucapan seperti di atas. Sama mirisnya saat Anda menemukan berita yang menyebut adanya foto artis seronok, atau video yang seronok.

Cukup banyak penggunaan bahasa Indonesia yang melenceng dari makna yang sebenarnya. Faktor kebiasaan menjadi salah satu biang keladinya.

Nasihat orangtua dalam ilustrasi di atas menjadi salah satu contohnya. Contoh lain misalnya ada di artikel ini dan artikel ini.

Bila Anda masih mengira bahwa orangtua yang menasihati putrinya seperti itu cenderung negatif, berarti Anda masih terpengaruh penggunaan kata yang menyimpang dari makna yang sebenarnya.

Nelangsa sekali nasib kata ini. Ia sering diposisikan sebagai sebuah kata yang berkonotasi negatif. Orang banyak mengasosiasikan kata ini dengan kondisi yang tidak baik terutama berkenaan dengan urusan seksualitas.

Apa Sebenarnya Arti Kata Seronok?

Coba tengok sejenak Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Bukalah KBBI Daring, ketik kata ini dalam baris pencarian. Apa yang Anda dapatkan? Masihkah Anda berpikiran “yang tidak-tidak” terhadap kata yang satu ini?

KBBI memberi dua makna atas kata kontroversial satu ini. Keduanya adalah ‘menyenangkan hati’ dan ‘sedap dilihat (didengar dan sebagainya)’.

Nah, ternyata makna yang sebenarnya sangat jauh dari yang sering terucap bukan? Bahkan bisa dikatakan bertolak belakang.

Dari mana orang memperoleh makna kata seronok yang melenceng jauh dari arti yang sesungguhnya? Saya tidak tahu persis bagaimana asal-usul terbentuknya pemaknaan yang tidak tepat ini.

Yang jelas, saya sering mendengar ucapan atau membaca tulisan yang mengandung kata itu secara tidak semestinya. Sebaliknya, saya hampir tidak pernah menemukan penggunaan kata ini secara tepat sesuai makna yang sebenarnya.

Setelah tadi kita bersilaturahmi dengan KBBI, mari kita berkunjung sejenak ke Kamus Tesaurus Bahasa Indonesia. Di sana kita akan menjumpai beberapa sinonim kata yang menjadi pokok bahasan kita ini.

Kita akan mendapatkan delapan kata yang semakna dengan kata ‘seronok’. Kedelapan kata itu berkonotasi positif. Perhatikan saja mereka: enak, mengasyikkan, menyenangkan, ria, riang, sedap, menarik, dan meriah.

sinonim kata seronok dalam kamus tesaurus bahasa indonesia
Deretan kata yang mungkin tak sesuai dengan gambaran semula ketika kita membayangkan makna kata itu. Apalagi bila membandingkannya dengan beberapa artikel atau berita yang menempatkan kata yang kita bahas ini dalam makna yang tidak elok.

Lantas, mengapa banyak orang mengartikan istilah ini dalam makna yang negatif? Saya kira ini perlu penelusuran yang lebih mendalam. Saya sendiri belum menemukan cerita asal-usul pemahaman mengenai kata seronok yang “sesat” itu.

Media Turut Menyebarkan Kekeliruan

Bukan hanya orang awam yang memandang kata seronok dengan sinis. Ternyata lapak berita sekelas kompas.com juga melakukannya.

Saya punya sebuah contoh berita yang mengartikan istilah yang satu ini sebagai sebuah ungkapan negatif. Meskipun tidak ada kalimat yang secara khusus mengungkapkan makna kata yang negatif, tetapi kata seronok yang muncul dalam pemberitaan itu jelas mengarah kepada makna yang negatif.

Beberapa waktu lalu sempat viral berita tentang Paus Fransiskus yang “kedapatan” ngelike gambar yang kabarnya jauh dari etika. Apalagi bagi seorang panutan terdepan dalam sebuah agama.

Coba kita cermati kalimat ini. “Vatikan mengatakan tengah melakukan penyelidikan setelah akun Instagram resmi Paus Fransiskus "menyukai" foto seorang model seronok Brasil.”

Berita itu tidak menjelaskan makna kata seronok yang dilekatkan pada sang model. Namun  isi berita menggambarkan bahwa kejadian Paus Fransiskus “menyukai” foto seorang model itu bikin tidak enak hati banyak pihak.

Dengan mengetahui isi berita seperti itu, maka kita dapat menduga bahwa maksud kata ‘seronok’ yang dialamatkan kepada model asal Brasil itu tentu saja bersifat negatif. Oleh karena makna negatif itulah, aparat Vatikan harus pontang-panting memberikan klarifikasi bahwa yang melakukan perbuatan “tidak senonoh” itu bukan Paus. Bahkan mereka juga melakukan penyelidikan guna mengetahui pelaku yang sesungguhnya.

Nah, jelas sekali bukan, penggunaan kata yang sebetulnya bermakna positif ini telah menyimpang jauh dari arti yang seharusnya. Makna yang beredar dalam masyarakat justru berkebalikan dengan makna yang diusung kata ini.

Sayang sekali, media yang seharusnya ikut menyebarkan kata-kata yang benar, malah membikin orang makin meyakini makna kata yang melenceng dari makna yang seharusnya. Tak sedikit media lain yang bertindak serupa.

Lantas Bagaimana?

Setelah menyadari penggunaan kata yang tidak pas sesuai dengan makna sebenarnya, barangkali timbul pertanyaan lain. Apa kata yang paling tepat menggambarkan keadaan negatif sesuai maksud si penutur atau penulis berita seperti contoh ungkapan di atas?

Untuk mendapatkan kata yang bisa mewakili ungkapan negatif atas kondisi demikian, kita bisa memakai lawan kata dari kata yang kita bahas dan beberapa sinonimnya. Beberapa lawan kata alias antonim bisa kita temukan dalam Kamus Tesaurus Bahasa Indonesia.

Namun bila kita tidak mendapatkannya dalam kamus, kita bisa mencarinya sendiri melalui berbagai cara. Misalnya dengan membayangkan kondisi sebaliknya dari makna kata-kata yang bersinonim dengan kata yang kita maksudkan.

Berdasarkan makna kata dan sinonim kata yang telah saya ungkapkan di atas, kita bisa mencari antonim ungkapan-ungkapan itu. Misalnya kita bisa menggunakan kata-kata seperti buruk, menyedihkan, atau membosankan.

Tentu saja penggunaan kata yang tepat harus menyesuaikan dengan konteks kalimatnya.

Kini kita telah mengetahui arti kata seronok yang sebenarnya. Jadi, lain kali kita tidak akan menggunakan kata itu dalam konteks negatif seperti yang selama ini banyak kita temukan.


 

Ilustrasi koper berjejer di bandara (pixabay.com)

Pernah menggunakan jasa porter di bandara? Adakah hubungannya dengan simbok-simbok yang menggendong tenggok di pasar-pasar tradisional?

Saat Anda bepergian menggunakan sarana pesawat terbang, kemungkinan besar Anda akan berpapasan dengan orang-orang yang mengenakan seragam tertentu, misalnya berwarna oranye atau biru. Di bagian depan atau belakang baju seragam itu, biasanya tersemat tulisan atau logo khusus yang menunjukkan profesi mereka.

Senjata utama yang mereka andalkan tiada lain troli alias kereta dorong untuk mengangkut barang. Selain di lokasi pengambilan bagasi, mereka juga acap terlihat di teras keberangkatan bandara.

Target pasar yang mereka incar utamanya para penumpang yang menuju tempat pengambilan bagasi. Mereka akan minta lembaran kertas kecil bukti pemilikan barang yang sepanjang perjalanan tersimpan rapi dalam bagasi pesawat udara.

Lain lagi aksi porter-porter yang “berkeliaran” di sekitar pintu keberangkatan. Mereka menarget setiap orang yang turun dari mobil yang baru diparkir, terutama yang mereka lihat menurunkan banyak barang bawaan. Orang-orang itu akan menawarkan jasa mereka kepada para calon penumpang pesawat.

“Porter” di Pasar

Begitulah lalu-lintas salah satu sisi kehidupan modern di bandar udara. Sekarang kita beralih ke “dunia becek” tempat orang-orang tradisional berjual beli barang.

Jika berkunjung ke tempat ini, kita juga bisa menyaksikan sepak terjang orang-orang dengan pekerjaan serupa dengan yang kita temui di bandara. Namun demikian, meskipun menyandang profesi yang serupa, banyak terdapat perbedaan di antara mereka.

Perbedaan yang lekas terlihat mata adalah penampilan. Tidak seperti kolega mereka yang mengais rezeki di bandara, orang-orang di pasar hampir tidak pernah mengenakan pakaian seragam.

Begini profil kebanyakan “porter” yang sering saya lihat di pasar tradisional. Ibu-ibu dengan pakaian sederhana, umumnya kebaya yang sudah lusuh, dengan sebuah bakul anyaman bambu terlilit kain selendang bertengger di punggung mereka. Sepertinya warna asli busana yang mereka kenakan telah lama pergi entah ke mana.

Sebagian besar di antara mereka, setidaknya yang pernah saya saksikan secara langsung maupun melalui media, berusia di atas paruh baya. Ataukah penampilan fisik mereka terlihat lebih tua dibandingkan dengan usia biologis mereka?

Fenomena Istilah di Dunia Modern dan Tradisional

Sempat timbul rasa heran di benak saya mendapati pembedaan istilah berdasarkan lokasi untuk jenis pekerjaan yang sama. Sepertinya fenomena pemisahan istilah antara dunia modern dan tradisional terjadi di pelbagai bidang.

Saya pernah menuliskan fenomena yang sama terjadi pada dunia bisnis. Pada bidang ini orang cenderung membedakan istilah-istilah antara dunia modern dan tradisional. Misalnya saja pembedaan sebutan antara member pasar swalayan dan anggota koperasi, serta antara owner perusahaan besar dengan pemilik usaha kecil.

Yang jelas tatkala Anda mengetik kata “porter” pada mesin pencari, Anda tak akan menemukan berita, gambar atau video simbok-simbok yang sedang menggendong barang belanjaan di pasar tradisional. Istilah itu seakan-akan telah menjadi “hak milik” para pendorong troli bermuatan koper di bandara.

Apa Kata Kamus?

Google Translate menerjemahkan kata porter dalam bahasa Inggris tetap sebagai porter dalam bahasa Indonesia. Sebaliknya, mesin penerjemah daring itu memunculkan kata porters dalam bahasa Inggris ketika saya minta terjemahan istilah kuli panggul.

Mungkin di dunia barat tidak ada kuli panggul sehingga orang-orang di negara asal bahasa internasional itu hanya mengenal kata porter. Atau mereka memang tidak membedakan kedua istilah itu?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) telah tercantum istilah porter. Hanya saja, porter berstatus sebagai kata tidak baku, dan bentuk bakunya adalah portir.

KBBI mengartikan portir sebagai penjaga pintu (di pabrik, stasiun kereta api, kantor, dan sebagainya). Tidak ada ungkapan “mengangkut barang” atau yang serupa dengan itu.

Sementara itu, untuk menyebut profesi yang selama ini lebih kita kenal sebagai porter, KBBI memiliki dua nama, yakni pramuantar dan pramubarang. Kedua istilah itu memiliki makna yang sama, yaitu orang yang membawakan barang atau koper penumpang di stasiun kereta api, bandar udara, atau di hotel.

Saya tidak mengerti mengapa KBBI tidak memasukkan pasar sebagai contoh tempat para pramuantar mencari nafkah. Apakah hal itu merupakan kebetulan saja, atau memang pasar bukan tempat yang pantas bagi profesi pramuantar atau pramubarang atau yang lebih populer dengan sebutan porter.

Karena tidak ada istilah khusus yang mengarah kepada para penggendong barang belanjaan di pasar tradisional, orang-orang umumnya menandai mereka dengan sebutan kuli panggul. KBBI memberi makna kuli panggul sebagai buruh kasar yang menerima upah dari jasa memanggul barang.

Barangkali para pria yang awalnya meniti karier ini dengan cara memanggul barang di bahu mereka. Kaum perempuan yang datang belakangan mengikuti sebutan yang identik dengan laki-laki ini, meskipun ada juga yang menyebut mereka kuli gendong atau buruh gendong.

Satu hal yang patut kita sayangkan. Pihak berwenang telah menetapkan istilah pramuantar dan pramubarang untuk menyebut profesi yang kita bicarakan, tetapi keduanya hampir tak pernah muncul ke permukaan.

 

Di-mix Aja Buah-Buahannya,  Biar Nge-blend Rasanya

“Di-mix aja buah-buahannya, biar nge-blend rasanya.” Sepenggal kalimat itu terngiang di telinga saya hingga beberapa hari seusai saya mendengarnya dari kanal Youtube.

Suatu sore yang cerah, saya sedang asyik mengutak-atik kalimat, berusaha menuntaskan sebuah konsep artikel yang mangkrak. Mendadak istri saya menghampiri dan menyodorkan gawainya. Ia memperlihatkan sebuah tayangan video kuliner di kanal video paling populer.

Ia memang tengah bergairah mempelajari berbagai resep makanan dan minuman melalui media daring. Sesuatu yang menggembirakan karena saya bisa lebih sering menikmati kuliner hasil praktik resep-resep baru.

Menonton video kuliner acap kali membikin air liur menetes. Hal ini pun terjadi ketika istri saya memperlihatkan potongan video yang berkisah tentang seseorang yang sedang mempromosikan cara membuat es buah.

Mulanya, koki menyampaikan daftar bahan-bahan yang harus disiapkan guna menghasilkan es buah yang segar. Setelah paparan mengenai bahan-bahan disampaikan, segera saja ia menjelaskan tata cara membuat es buah yang katanya berasa sedap itu.

“... lalu buah-buahan itu di-mix agar rasanya nge-blend, ...” Begitulah salah satu penggalan kalimat yang diucapkannya tatkala menjelaskan proses pembuatan salah satu produk andalannya.

Bukan sesuatu yang aneh mendengar orang mengucapkan kalimat dengan sisipan beberapa kata “keren” yang berasal dari negeri seberang. Namun tetap saja ucapan si pembawa acara bikin saya termangu sejenak.

Ujarannya itu telah mengalihkan benak saya dari bayangan sedapnya es buah nan segar. Saya tak lagi memperhatikan penjelasan sang koki seusai ia me-mix buah-buahan hingga rasanya nge-blend itu.

Bukan berarti saya tak tergiur dengan sajian es buah, lho. Jenis minuman itu tetap merupakan salah satu produk penghilang dahaga favorit saya.

Dua kata yang diucapkan Youtuber itu lebih menarik perhatian saya ketimbang aksi sang koki menyeruput segelas es buah, kemudian mengangsurkan jempol tangan kanannya ke arah kamera. Istilah “di-mix” dan “nge-blend” kemudian bermukim dalam benak saya sekian lama.

Baca juga: Suka Menggunakan Kata Laundry? Padahal Banyak Kosakata Lainnya

Bersenjatakan KBBI dan Kamus Tesaurus

Mendapati hal demikian, lalu timbul pertanyaan dalam benak saya. Sedemikian susahkah menemukan padanan kedua kata itu dalam bahasa kita? Atau memang ia amat menyukai istilah-istilah semacam itu?

Saya kitra tidak susah menemukan kedua kata itu dalam bahasa Indonesia. Dari konteks kalimat yang dituturkannya, saya menduga sang koki bermaksud mengaduk bermacam-macam buah yang menjadi bahan baku es buah itu agar rasanya bercampur menjadi satu.

Padahal, dengan membuka-buka Kamus Tesaurus saja, kita bisa langsung menemukan deretan panjang pelbagai kosakata yang bisa digunakan untuk menggantikan kata-kata asing yang dipaksa meng-Indonesia itu.

Berdasarkan kamus bahasa Inggris – bahasa Indonesia, istilah mix dan blend memiliki makna yang serupa. Beberapa kamus mengartikan mix dan blend sebagai mencampur.

Dalam konteks kalimat yang diucapkan sang koki, kedua kata “jadi-jadian” itu bisa dijelaskan berikut ini.

1. Di-mix

Saya menduga, si penutur bermaksud mengingatkan pemirsa agar mencampur buah-buahan dalam sebuah wadah. Jadi, dalam konteks ini, tentu saja kata dicampur bisa menggantikan ungkapan di-mix.

Jika ingin menggunakan variasi lainnya, bisa juga memilih kata-kata diaduk, dibancuh atau disabur. Kamus Tesaurus bahasa Indonesia bahkan menampilkan 20 kata sebagai sinonim kata mencampur, meskipun tidak semuanya bisa digunakan dalam konteks ini.

2. Nge-blend

Dari kalimat yang dituturkannya, saya mengambil kesimpulan bahwa dengan mengucap nge-blend, si penutur hendak menyatakan bahwa buah-buahan yang disatukan itu rasanya akan menyatu.

Lagi-lagi, dalam urusan ini, Kamus Tesaurus bisa menjadi solusi. Kamus ini memberikan beberapa sinonim untuk kata menyatu seperti berpadu, berbaur atau lebur.

Tentu saja tidak semua kata sinonim itu bisa digunakan dalam konteks kalimat dimaksud. Dengan mencari makna kata-kata itu dalam KBBI, kita bisa memilih salah satu di antara kata-kata itu.

Baca juga: Dari Recruitment Hingga Resign Menyerbu Bagian Personalia

Berbahasa Indonesia sesuai Kemampuan

Barangkali bukan ketidaktahuan yang menjadi faktor penyebab munculnya banyak sisipan istilah asing ketika orang bertutur dalam bahasa Indonesia. Banyak alasan lain orang gemar menggunakan istilah-istilah asing meskipun bahasa Indonesia telah menyediakan banyak kosakata yang bisa digunakan.

Jika persoalannya bukan ketidaktahuan, memang tidak akan segampang itu solusinya.

Mumpung kita sedang memperingati Hari Sumpah Pemuda, mari sejenak mengingat hari bersejarah itu. 92 tahun silam, dalam Kongres Pemuda II, para pemuda Indonesia telah menetapkan bahasa Melayu, yang kemudian kita kenal sebagai bahasa Indonesia, sebagai bahasa persatuan.

Dalam kisah yang saya sitir dari kompas.com, terdapat cerita yang sangat menarik di balik penetapan bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan kita. Kala itu, bahasa Melayu telah digunakan secara luas dalam pergaulan di seluruh kepulauan Nusantara.

Di pihak pemerintah kolonial Belanda sendiri terjadi perbedaan pendapat menyangkut penggunaan bahasa di daerah jajahan mereka. Sebagian orang menganjurkan pemerintah menetapkan bahasa Belanda sebagai bahasa resmi bagi seluruh penduduk Hindia Belanda.

Namun, ada pula yang dengan kesombongannya menganggap bahasa Belanda bernilai terlampau tinggi bagi penduduk pribumi. Dengan demikian, menurut pendapat golongan ini, warga asli negeri ini tidak pantas menggunakan bahasa mereka.

Sebuah ketidaksepahaman yang menguntungkan pihak kita. Celah itu menjadi salah satu pembuka kesempatan bagi para pemuda yang dipelopori oleh Moh. Yamin mengangkat bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Pengakuan bahasa persatuan itu lantas menjadi butir ketiga dari sumpah yang mereka ikrarkan pada hari yang sangat bersejarah itu.

Mengingat tidak gampangnya menyatukan tekad sekian banyak pemuda dari pelbagai suku, bahasa, dan organisasi kedaerahan, alangkah baiknya kita menghargai upaya keras mereka.  Salah satu caranya dengan berusaha menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar.

Dalam urusan ini, saya tak pernah menetapkan target yang muluk-muluk, kecuali menjalaninya sesuai kemampuan saja. Yang penting tebersit niat dan terpancar semangat untuk belajar dan mempraktikkan ilmu yang saya peroleh dari berbagai sumber.

Selamat Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2020.

 

Ilustrasi 3 Manfaat Menulis Kosakata Langka

Saya mendapatkan setidaknya 3 manfaat menulis kosakata langka. Menorehkan sejumlah kosakata yang jarang mengemuka telah menimbulkan sensasi tersendiri.

Mula-mula saya menemukan beberapa orang penulis yang gemar menggunakan kosakata “aneh” yang jarang muncul ke permukaan dalam tulisan-tulisan mereka. Ungkapan-ungkapan seperti takzim, galib, anggit, sawala, dan masih banyak lagi kata-kata unik lainnya tak banyak beredar di media. Saya sangat menikmati tulisan-tulisan bertabur istilah-istilah “ganjil” semacam itu.

Memang materi dan teknis penyajian yang disampaikannya cukup bagus hingga bikin saya betah berlama-lama menelusuri artikelnya hingga pungkasan. Namun, selain itu, saya tetap merasakan adanya tambahan keasyikan ketika mendapati kata-kata “baru” yang ditampilkan sang penulis. Saya terpikat akan daya tarik kosakata yang jarang nongol di media.

Karya-karya para penulis itu telah menginspirasi saya. Dalam setiap kali kesempatan menulis, saya ikut-ikutan mencoba pelbagai variasi kosakata. Saya juga berupaya memunculkan kosakata yang jarang digunakan oleh kebanyakan penulis lain. Tentunya sepanjang kosakata itu memang sesuai dengan konteks kalimat yang sedang saya tulis.

Baca juga: Maaf, KamiTak Pantas Meneladani Guru

Sensasi Menggunakan Kosakata Langka

Saya merasakan sensasi tersendiri ketika bisa menggunakan kosakata yang tak banyak beredar, baik di jagat maya maupun di dunia nyata. Sebetulnya tidak selalu bersifat ideal alasan saya melakukan hal itu, semacam mengembangkan kosakata bahasa Indonesia gitu.

Adakalanya hanya karena ingin menikmati perasaan yang gimana gitu. Setelah menuliskan kata-kata langka itu, rasanya saya sudah punya andil memopulerkan sebuah atau beberapa buah kosakata yang “tak laku”.

Berikut ini contoh beberapa kosakata yang menurut saya jarang muncul di media massa atau blog.

Contoh pertama, kata ganjil. Kata ganjil memang bisa dimaknai sebagai lawan kata genap dalam kaitan dengan angka. Namun, dalam pengertian yang lain, kata ini bisa berperan menggantikan kata-kata yang lebih umum digunakan seperti kata-kata aneh dan ajaib.

Untuk menggambarkan kondisi tidak biasa, saya kerap menggunakan kata ganjil selain aneh dan ajaib. Padahal, Kamus Tesaurus menyediakan banyak sekali kata yang semakna dengan ketiga kata tersebut. Saya sebut beberapa di antaranya: asing, garib, dan nadir.

Yang kedua, kata-kata selesai, usai, rampung, beres dan tuntas bermakna serupa. Lima kata masih kurang? Nih, bisa ditambah lagi dengan kata-kata kelar dan tamam.

Ketiga, kata selalu dan senantiasa. Kedua kata ini bisa saling menggantikan. Jika belum puas menggunakan keduanya, ada lagi sinonim yang lain, yakni nyalar.

Selain ketiga contoh di atas, masih banyak lagi kata-kata bersinonim yang bisa kita gunakan untuk men-cetar-kan tulisan. Bila deretan sinonim yang terdaftar dalam Kamus Tesaurus masih belum mencukupi kebutuhan, kita juga dapat membuat variasi lain menggunakan lawan kata ditambah kata tidak di depannya. Misalnya kata sering bisa diganti dengan frasa tidak jarang.

Mendapatkan Kosakata Langka

Biasanya saya memanfaatkan Kamus Tesaurus bahasa Indonesia untuk mencari sinonim dan kata-kata unik. Setelah itu, bila diperlukan, saya akan menguji ketepatan sebuah kata dalam menggantikan kata lainnya menggunakan KamusBesar Bahasa Indonesia (KBBI).

Jika hasil penelusuran saya menunjukkan bahwa kata itu memang cocok dengan konteks kalimat, saya akan dengan senang hati mencantumkannya sebagai bagian dari tulisan saya. Namun bila penggunaan kosakata itu terkesan terlalu dipaksakan hanya demi “menyelamatkan” kosakata yang dikhawatirkan punah, tentu saja saya enggan melakukannya.

Jadi, tujuan mempercantik tulisan sudah pasti tidak boleh merusak makna tulisan itu sendiri. Bagaimanapun, tujuan menulis (maunya) untuk menyampaikan informasi atau pendapat . Sedangkan “kecantikan” tulisan adalah sarana tambahan untuk menarik minat (calon) pembaca.

Baca juga: “MenghembuskanNafas”, Dua Kesalahan dalam Satu Ungkapan

Manfaat Menulis dengan Kosakata Langka

Saya mencatat, menuliskan kata-kata unik dalam karya-karya kita bisa mennghadirkan sedikitnya 3 manfaat.

1. Manfaat pertama langsung saya rasakan sendiri. Saya merasa diri menjadi spesial karena telah tampil beda dengan tulisan-tulisan berhiaskan kosakata “asing” ketimbang muter-muter dengan kosakata biasa-biasa saja.

Saya berharap penggunaan kosakata yang jarang muncul ini bisa menjadi salah satu ciri khas tulisan-tulisan saya. Meskipun tentu saja saya tidak sendirian dalam hal ini. Telah banyak penulis-penulis yang mendahului saya.

2. Faedah kedua, (mudah-mudahan) tulisan saya tidak membikin bosan pembaca. Saya berharap karya-karya saya yang di dalamnya terselip satu atau beberapa koasakata “ganjil” membuat tulisan saya lebih menarik di mata pembaca. Setidaknya tingkat membosankannya tak setinggi tulisan-tulisan saya yang tak mengandung kata-kata istimewa di dalamnya.

Dalam hal ini, saya tentu menyadari bahwa penggunaan kosakata yang bervariasi bukan faktor utama yang membuat tulisan menjadi menarik dan berharga. Tentunya materi tulisan itu sendiri yang menjadi unsur penentu baik atau buruknya sebuah hasil karya.

Dengan menyadari bahwa tema dan isi tulisan saya tidak memiliki kesanggupan untuk disejajarkan dengan karya-karya orang lain, saya mencari cara lain memoles tulisan-tulisan saya agar tampak tidak terlalu buruk di mata pembaca. Dan salah satu cara yang saya lakukan adalah dengan membuat corak kosakata yang berbeda.

3. Yang terakhir, saya menduga-duga belaka. Barangkali pembaca yang lebih memahami bidang ini bisa memberikan penjelasan yang lebih masuk akal.

Manfaat yang saya maksud berkaitan dengan dunia kepenulisan di ranah daring, khususnya blogging. Menurut banyak bacaan yang saya pahami, dalam dunia daring peran Search Engine Optimization (SEO) amat penting. Ia bisa menentukan posisi sebuah blog dalam rimba internet yang demikian luas.

Sesuai ilmu saya yang cetek, variasi kosakata berpengaruh positif terhadap kualitas blog dilihat dari kacamata SEO. Saya menduganya berdasarkan sebuah alat (tool) yang menunjukkan bahwa banyaknya pengulangan kata yang sama bisa menurunkan nilai SEO konten.

Memperkaya Penguasaan Kosakata

Oh ya, satu lagi. Sebuah manfaat lain sudah pasti akan mengikuti tatkala kita kerap membuka-buka kamus untuk mencari padanan kata. Dengan sering menuliskan kata-kata yang jarang digunakan, secara otomatis kita akan semakin memahami kosakata dimaksud. Dan selanjutnya, perbendaharaan kosakata kita akan terus bertambah.

Nah, dengan berbagai manfaat itu, saya semakin bersemangat menggali potensi-potensi kosakata yang masih ngumpet di kamus. Karena sering membuka-buka KBBI dan Kamus Tesaurus, saya juga semakin mengenal perangkat penunjang bahasa Indonesia itu. Ternyata banyak sekali kosakata yang terdaftar dalam kedua perangkat itu yang jarang menghias media.

Namun, penggunaan kata-kata yang tampak serupa, tidak selalu bisa saling menggantikan. Kadang-kadang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda. Maka, bila kita tidak berhati-hati, kita bisa terjebak pada penggunaan kata yang kurang tepat.

Sebut misalnya kata hampir dan nyaris. Sekilas kedua kata itu tampak sebagai sinonim yang bisa saling menggantikan. Padahal jika kita amati lebih dalam, terdapat perbedaan fungsi di antara keduanya.

Kata hampir bersifat netral karena bisa diterapkan dalam kalimat yang bernada positif maupun negatif. Sementara itu, kata nyaris lebih mengarah pada keadaan negatif (tidak menyenangkan) semacam bencana.

Terakhir, saya memiliki sebuah harapan. Semoga dengan menggunakan variasi kosakata, terutama kosakata yang jarang digunakan, pembaca semakin menyukai tulisan-tulisan saya.

Selain itu, saya juga berharap bisa turut andil mengembangkan bahasa Indonesia melalui upaya menghidupkan kembali sekian banyak kosakata yang nyaris punah. Senyampang kita masih berada di Bulan Bahasa dan Sastra.

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Mencari Artikel

Artikel Populer

  • Mencari Hikmah di Balik “Musibah”, Sebuah Catatan Kelahiran Blog “Ulas Bahasa”
    Antusias sekali saya menyambut sebuah pelatihan bertajuk “Kelas Menulis Blog”. Kelas ini memang telah cukup lama saya nanti-nantikan. Dua ...
  • Mengapa Orang Keranjingan Mengucapkan Kata “Dirgahayu”?
      Bulan Agustus merupakan bulan naik daunnya kata “dirgahayu”. Dan hari Senin, tanggal 17 Agustus 2020 ini merupakan puncak berseraknya kata...
  • Mengulas Kata-Kata Paling Populer Sepanjang Tahun 2020
    Apa saja kata-kata yang paling populer dan banyak dicari oleh masyarakat di Indonesia sepanjang tahun 2020 yang lalu? Menjelang akhir tahu...

Arsip

  • Maret (1)
  • Februari (1)
  • Januari (2)
  • Desember (1)
  • November (1)
  • Oktober (5)
  • September (7)
  • Agustus (11)

Berlangganan Artikel

Advertisement

Copyright © 2021 Ulas Bahasa. Created by OddThemes