Kontranim, Bentuk Bahasa “Rawan Bencana” - Ulas Bahasa -->

Kontranim, Bentuk Bahasa “Rawan Bencana”

Post a Comment

Percayakah Anda, kontranim adalah kata yang “berbahaya” bila kita keliru menafsirkannya? Kita mesti menerjemahkan kontranim dengan benar agar terhindar dari kesalahpahaman.

ilustrasi kontranim
Ilustrasi kontranim. Sumber gambar: Neo Tam dari Pixabay.

Kontranim berpotensi mengganggu hubungan pertemanan. Bahkan, lebih parah, jalinan kasih antara orang tua dan anak pun bisa hancur karenanya.

Pelbagai gangguan dalam hubungan antarmanusia itu bisa terjadi dengan adanya kontranim. Kontranim memang bisa memunculkan pemahaman yang bertolak belakang antara seorang pendengar dengan penutur.

Silakan baca tulisan mengenai ungkapan di-mix dan nge-blend yang acap ngeblend dalam perbincangan sehari-hari.

Saya akan menceritakan sebuah kisah yang menggambarkan kesalahpahaman akibat keliru menafsirkan makna kontranim.

Bagaimana? Sudah siap mendengarkan dongeng saya?

Makna dan Contoh Kontranim

Sebelum bercerita, saya akan  sedikit membahas pengertian dan contoh kontranim.

Kita akan mulai pembahasan ini dengan membuka kamus besar kita. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kontranim merupakan bentuk bahasa (kata atau frasa) yang memiliki dua arti yang bertentangan.

Ivan Lanin dalam buku Recehan Bahasa (2020), memberikan tiga contoh kata atau frasa kontranim. Anda juga dapat melihat cuitannya tentang kontranim (contranym) di Twitter.

Contoh pertama yang diunjukkannya adalah kata usah. Adakalanya, kata usah bikin kita susah.

Bagaimana tidak? Kata ini memiliki dua makna yang saling bertentangan. Di satu sisi, ia berarti ‘perlu’, sedangkan pada sisi yang lain ia justru bermakna ‘jangan’.

Jadi, sebelum memaknai kata usah, kita mesti mengamati konteksnya dulu. Bila tidak, kita bisa benar-benar dibuat susah oleh kata usah.

Silakan baca ulasan mengenai sawala yang kerap ditayangkan di televisi.

Suatu saat Anda kedatangan tamu. Anda menawarinya makan ketika tiba waktu santap siang. Sang tamu menjawab, “Usah repot-repot, Mas!”

Nah, bagaimana Anda menanggapi ucapan tamu Anda itu?

Sebagai orang Timur, kemungkinan kita tetap berupaya menghidangkan makan siang, atau setidaknya “memaksa” sang tamu menerima tawaran makan siang itu. Padahal kita paham bahwa tamu kita mengatakan ‘tidak’ atas tawaran yang kita berikan.

Berikutnya, sang pencinta bahasa Indonesia menyodorkan kata haram sebagai contoh kedua. Seperti halnya usah, haram juga mempunyai dua makna yang kontradiktif antara satu dengan yang lain.

Kita tahu, haram bisa bermakna ‘terlarang’. Namun sebaliknya, haram pun bisa diartikan ‘suci’.

KBBI menyodorkan satu contoh kalimat bagi masing-masing makna kata haram itu.

-     Haram hukumnya apabila makan bangkai.

-     Tanah haram di Mekah itu adalah semulia-mulia tempat di atas bumi.

Sekali lagi, kontekslah yang akan menentukan makna mana yang paling tepat disematkan pada kata haram ini.

Selain kedua contoh di atas, tentu saja masih banyak contoh-contoh kontranim lainnya.

Ketika Kontranim Menjelma sebagai “Dalang” Keributan

Nah, sekarang kita sampai pada pembahasan mengenai kontranim yang memicu kerusuhan. Saya akan menunjukkan keonaran yang ditimbulkan oleh kontranim melalui sebuah cerita.

Suatu sore, hawa di kota Atlas terasa cukup panas. Namun, angin tipis yang berembus dari mesin penyejuk udara telah mengusir rasa gerah menjauh dari tubuh orang-orang yang berkumpul di sebuah tempat ngopi di tengah kota.

Dalam suasana seperti itulah, tampak dua remaja sedang berbincang-bincang santai. Seperti biasa, mereka ngrobrolin apa saja, dari urusan yang biasa-biasa saja sampai masalah-masalah yang nggak penting-penting juga. Eh, sama aja, ya.

“Papaku orangnya cuek banget, deh!” kata seorang di antara mereka yang berkaca mata, “Nyaris ga pernah ngajakin aku ngobrol.”

“Aduh, kasihan amat!” temannya yang berambut ikal menanggapi, “Kalau papaku orangnya ringan tangan.”

“Hah! Ringan tangan?!” ujar si Kacamata dengan mata terbelalak, “Hancur, dong, rumah tangga kalian!”

“Hancur gimana maksudmu?” tanya si Ikal sembari mengernyitkan dahi pertanda heran.

“Pasti hancurlah. Gimana nggak ajur punya orang tua hobi mukulin anak!”

Silakan baca juga pembahasan istilah toleransi dan tolerir.

Nah, akhirnya ketahuan juga. Keributan antara kedua remaja itu terjadi lantaran ada kontranim yang “turut campur” dalam obrolan mereka.

Si remaja berkaca mata mengartikan ringan tangan yang diucapkan temannya sebagai suka memukul. Akibatnya, ia membayangkan suasana keluarga si teman bakal jauh dari kata harmonis.

Padahal si remaja berambut ikal justru tengah membanggakan sikap orang tuanya. Ia bermaksud mengungkapkan bahwa papanya adalah orang yang suka menolong orang lain.

Lantas, apa yang bakal terjadi bila ucapan si Kacamata sampai ke telinga orang tua si Ikal? Waduh, jangan-jangan terjadi huru-hara antara anak dan orang tua.

Sungguh celaka. Kedua kondisi yang berlawanan itu bisa diungkapkan dengan sebutan yang sama, ringan tangan.

Nah, itulah “tragedi” yang melibatkan “oknum” bernama kontranim. Ya, kontranim adalah kata atau frasa yang bisa menimbulkan kesalahpahaman bila tidak disikapi dengan hati-hati.

Artikel Terkait

Post a Comment